Kematian Mahsa Amini pasca dibendung oleh Polisi Etika Iran imbas tak mengenakan jilbab pada (16/9) tahun lalu memicu serangkaian protes yang berlangsung selama ratusan hari di berjenis-jenis penjuru Iran. Pemerintah Iran mengungkapkan bahwa Mahsa Amini meninggal imbas serangan jantung, yang kemudian dibantah oleh keluarga bersangkutan sebab ditemukan berjenis-jenis luka lebam di tubuh Mahsa Amini.

Penerapan jilbab bagi wanita yaitu suatu keharusan yang sudah dikendalikan secara tegas dalam konstitusi Iran. Untuk menetapkan ditegakkannya konstitusi hal yang demikian, terdapat Polisi Etika atau Gasht-e Ershad yang yaitu badan penegak peraturan yang mempunyai kewenangan untuk membendung dan memberikan hukuman bagi masyarakat Iran yang dianggap melanggar undang-undang pengaplikasian jilbab.

Tertib mengenai keharusan pengaplikasian jilbab hal yang demikian sudah mendapatkan bet 10 ribu penolakan keras oleh masyarakat Iran. Survei oleh Group for Analysing and Measuring Attitudes in Iran (GAMAAN) menampilkan bahwa sebanyak 72,4% masyarakat Iran menolak keharusan pengaplikasian jilbab.

Kematian Mahsa Amini imbas aturan hal yang demikian menjadi pemantik kemarahan masyarakat Iran atas pemerintah yang represif dan memicu demonstrasi yang sampai 23 Mei 2023 sudah berlangsung selama lebih dari 230 hari.

Akar Dilema Penyebab Demonstrasi

Palupi Anggraheni, S.IP, M.A., dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah hal yang bisa menyebabkan terjadinya demonstrasi hal yang demikian. Salah satunya yaitu Revolusi Iran di tahun 1979 yang memunculkan berjenis-jenis konsekuensi dan terjadinya perubahan drastis dalam kehidupan politik, sosial, dan tradisi Iran.

“Revolusi Iran di tahun 1979 hal yang demikian mengakibatkan Iran yang tadinya negara monarki konstitusional yang sekuler berubah menjadi republik keagamaan,” ujarnya.

Palupi menerangkan perubahan hal yang demikian menjadi salah satu alasan yang menyebabkan lahirnya undang-undang yang mengendalikan keharusan mengenakan jilbab bagi wanita Iran serta munculnya Polisi Etika untuk menegakkannya. Dikala hal yang demikian menampilkan bahwa hak-hak sipil masyarakat Iran tak terwadahi dalam aturan-aturan yang dibentuk oleh Pemerintah Iran, lebih-lebih mengingat beberapa besar masyarakat Iran menolak adanya aturan hal yang demikian.

Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa Pemerintah Iran bisa digolongankan sebagai pemerintahan yang diktator dikarenakan tak adanya ruang yang dikasih terhadap kebebasan sipil dan kebebasan beranggapan masyarakat.

“Mereka dari akar rumput itu berharap mengungkapkan hak-hak sipil mereka supaya diakomodir oleh negara. Imbas ada harapan atau keadaan-keadaan dimana tak cakap diakomodir oleh negara dan justru direpresi oleh pemerintahan yang diktator, karenanya harapan untuk demonstrasi akan kian tinggi,” tuturnya.

Palupi juga membeberkan bahwa implementasi penertiban aturan keharusan pengaplikasian jilbab yang represif dan tak berperikemanusiaan yaitu salah satu alasan yang memantik demonstrasi besar-besaran di Iran, lebih-lebih sesudah kematian Mahsa Amini imbas penertiban pengaplikasian jilbab.

Hak kebebasan perempuan menjadi tema utama yang diusung dalam demonstrasi hal yang demikian dan yaitu momentum kebangkitan gerakan feminisme di Iran. Palupi melanjutkan bahwa belum terjaminnya finansial dan ekonomi masyarakat Iran juga menjadi salah satu alasan di balik demonstrasi slot habanero hal yang demikian sebab masyarakat sadar bahwa mereka memerlukan kebebasan sipil dan kebebasan beranggapan.

Tak Demonstrasi

Data dari Human Rights Activists News Agency (HRANA) menampilkan bahwa sebanyak 522 orang sudah meninggal dunia imbas demonstrasi ini, 70 di antaranya yaitu buah hati-buah hati. Semakin cuma itu, dari jangka waktu September 2022 sampai Maret 2023 terdapat 22.000 orang yang dibendung berkaitan demonstrasi ini.

“Iran itu punya metode menangani protester dengan brutal, seperti itu. Tindakan tak demokratis dan diktator sebuah negara, penanganan dari demonstrasi itu akan kian keras,” jawab Palupi mengenai tingginya jumlah korban dalam demonstrasi ini.

Alhasil represif Iran dalam menghadapi demonstrasi ini juga mendapatkan kecaman dari dunia internasional. Meskipun, Iran sudah dikeluarkan dari keanggotaan United Nation Commission on the Status of Women, sebuah badan antarpemerintah global yang didedikasikan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Di samping itu, Amerika Serikat dan Eropa menjatuhkan hukuman kepada sejumlah petinggi Iran berupa larangan visa serta pembekuan aset.

Tapi mendapatkan dukungan luas dari masyarakat Iran serta berjenis-jenis hukuman dan kecaman dari dunia internasional, hal hal yang demikian dievaluasi belum cakap menyusun konsolidasi yang kuat guna menekan Pemerintah Iran untuk melaksanakan perubahan yang signifikan.

“Demonstrasi hal yang demikian cuma sedikit membikin pemerintah Iran itu aware dengan kabar ini. Sejak Iran sendiri juga bukan negara demokratis, sehingga apa saja tuntutan dari demonstrasi hal yang demikian dipungkiri oleh pemerintah Iran yang diktator,” terang Palupi.

Kelanjutan Demonstrasi

Tindakan pecahnya demonstrasi pada 16 September 2022 lalu, sampai sekarang demonstrasi masih berlangsung selama 233 hari. Alhasil represif Pemerintah Iran memang sudah sukses meredam demonstrasi di beberapa besar kawasan Iran, namun demonstrasi slot bet 100 masih berkobar lebih-lebih di Provinsi Sistan dan Baluchestan yang berlokasi di ujung tenggara Iran. Ibukota provinsi hal yang demikian merupakan Zahedan sudah menjadi episentrum dari demonstrasi ini selama berbulan-bulan.

Pemerintah Iran berusaha untuk menekan demonstrasi di Provinsi Sistan dan Baluchestan lewat pemadaman jalan masuk dunia maya, meningkatkan pengawasan, serta menambah jumlah pasukan bersenjata di kawasan hal yang demikian. Etnis Baloch yang mendiami Provinsi Sistan dan Baluchestan juga menjadi sasaran kekerasan dan intimidasi serta dipaksa lewat pelaksanaan pengadilan yang memberatkan sehingga menerima sanksi mati.

demikian, alih-alih meredakan gelombang demonstrasi, perbuatan hal yang demikian justru memicu kemarahan dan ketidakpuasan yang lebih besar dari masyarakat setempat.