Cinta Yakni Hasil Investasi – Prinsip Cinta Yakni hasil investasi ini akan terasa mengagetkan, tetapi dijamin perlahan membuka mata selebar-lebarnya dan menyelamatkan Anda dari kesalahan (malah kecelakaan!) dalam relasi cinta.
Sebelum saya jelaskan, simak curhatan sahabat saya bernama Angela berikut ini:
“Saya sudah mengerjakan segalanya buat pasangan. Sejak awal saya tipe orang yang enggak pelit, perhitungan, senantiasa lakuin apa saja supaya dia bahagia; apalagi kita memang serius sasaran nikah tahun depan. Situs Slot Gacor Selama ini relasi kita baik, tidak ada perselisihan, tau-tau dia bilang perasaannya makin lama makin sirna dan datar. Saya bilang saya berharap berubah dan pembenaran, tetapi dia bilang tidak cinta lagi, maunya pisah dan bersahabat saja. Saya sudah beri seluruh cintaku padanya, kok dia bisa-bisanya ngaku tidak cinta?”
Bagaimana respon Anda jikalau seorang sahabat berkeluh kesah menceritakan hal itu?
Kecuali berempati dan memberi dukungan emosionil, penjelasan apa yang akan Anda beri untuk mengurai bingung Angela?
Kemungkinan besar Anda akan menerapkan salah satu (atau kombinasi) dari tiga perspektif berikut:
“Kayaknya dia lagi jenuh dalam relasi, itu awam kok. Jangan cemas, pasti akan berlalu. Kau terusin saja, setia nyayangin sama dia, ikutin keinginan dia supaya makin nyaman dan bahagia. Trus ajak juga dia liburan, sebab itu bikin relasi jadi fresh. Nanti cintanya akan tumbuh lagi kok seiring waktu.”
“Tiap orang ada bahasa cintanya masing-masing, jadi kemungkinan besar dia tidak merasakan cinta sebab kamu tidak menerapkan bahasa cinta dia. Misalnya, bahasa cinta rtp saya itu waktu, jadi saya kurang berasa cinta atau malah spesial jikalau pasangan saya beri banyak hadiah dan sentuhan. Apabila dia luangin waktunya buat saya, baru deh saya merasa cinta banget. Jadi siapa tahu kamu salah beri ke dia. Tanya bahasa cinta dia apa, lalu beri itu seluruh ke dia.”
“Siapa tahu dia lagi stres atau ada emosionil terpendam dalam relasi kalian. Kita semestinya sabar saja, jangan marah-marah, jangan menuntut juga. Cinta itu sabar, cinta itu pengertian, cinta itu pengorbanan. Justru di dikala dia merasa hampa dan tertekan beginilah kamu tunjukin pengorbanan dan keseriusan kamu sebesar-besarnya supaya dia jadi sadar Slot Gacor akan cinta kamu. Evaluasi diri, ingat-ingat kesalahan yang pernah kamu lakukan. Meminta maaf dan perbaiki. Apabila kamu lapang dada lakuin itu, hatinya pasti akan tersentuh.”
Masih ada banyak varian penjelasan arif lainnya. Di atas cuma tiga jawaban yang terpopuler diterangkan orang. Bahkan saya sendiri malah menerapkan penjelasan itu, sebelum memahami prinsip Cinta Hasil Investasi.
Saya akui, ketiganya mengandung kebenaran yang menyejukkan hati dan berpotensi menuntaskan kemelut relasi tersebut. Tapi, saya semestinya akui mereka juga berpotensi memperparah keadaan: pasangannya bisa kian tidak kehilangan perasaan cinta, dan keukeuh teryakinkan untuk menyudahi relasi.
Berdasarkan pengalaman saya, justru konklusi kelam itulah yang lebih kerap terjadi dibanding relasi jadi membaik.
Ketika relasi sedang bermasalah, kian Anda berupaya membenarkan diri dan menyenangkan hati pasangan, lazimnya kian dia jadi terasa berjarak dan dingin.
Kian Anda banting tulang merubah diri demi mencontoh seluruh kemauannya, kian dia kelihatan kehilangan atensi pada Anda ataupun relasi itu.
Kian Anda gigih memaksakan diri memberikan segalanya, kian dia tidak menghargainya.. malah dia bisa kelihatan terganggu, terbebani, dan tidak segan-segan mengaku tidak cinta lagi.
Miris yah.
Anda Pernah Mengalami Perihal?
Saya yakin pasti pernah, mungkin malah terjadi beberapa kali. Saya malah pernah. Berkali-kali. Tak terhitung jumlahnya. Tiap kali berada dalam keadaan demikian, Daftar Slot Online kita berpikir kegigihan dan pengorbanan kita akan membuat orang jadi berharap mencintai kita.
Walau kemudian ternyata salah, kita konsisten tidak berharap melepas pemikiran tersebut. Tak heran demikian, sebab lazimnya kita terdidik (baca: tercuci otak) untuk meyakini bahwa kita akan dicintai jikalau kita mencintai lebih-lebih dulu. Seseorang akan membalas cinta jikalau kita lapang dada serta rajin ‘menyirami’ dia dengan berbagai ekspresi cinta.
Perihal sebabnya, dikala berminat pada seseorang, insting kita otomatis bertanding-pertandingan menyerahkan segenap mind, body, and soul kepadanya.
Berilah, maka kita akan diberikan.
Cintailah, maka kita akan dicintai.
Saya adage yang kita telan mentah-mentah semenjak kecil, radikal percayai, dan terus propagandakan di sepanjang umur dewasa. Saya juga percaya demikian, dan bingung dikala realitanya tidak berjalan persis yang diklaim oleh keyakinan tersebut.
Apabila suatu dikala di awal 2006, mata saya mulai terbuka menemukan sebuah angle baru: kian seseorang bekerja keras mengekspresikan perasaannya, kian perasaan itu menguat dan cinta tumbuh. Perihal memang pantas dengan prinsipnya, tetapi pada dikala yang sama juga keliru: cintanya tidak tumbuh di hati orang lain, tetapi tumbuh di hati sendiri.
Kian kita yang memberi, maka kita yang akan jadi mencintai. Kian kita memberi, kian kita merasakan cinta itu bergejolak makin kuat di dada. Apakah orang yang menerima pemberian dan ekspresi cinta kita itu merasakan hal serupa pada kita?
Jawabannya ya, jikalau dan cuma jikalau dia juga memberikan sesuatu dari dirinya pada kita.Ketika Anda seorang yang bekerja merawat relasi, perasaan Anda bertumbuh.
Ketika Anda mempedulikan dia, perasaan Anda bertumbuh. Ketika Anda membenarkan kesalahan, perasaan Anda bertumbuh. Ketika Anda mengorbankan kepentingan diri demi kesenangan dia, perasaan Anda bertumbuh.
Apakah perasaan pasangan bertumbuh?
Apakah dia merasa cinta?
Mungkin saja, tetapi jikalau Anda sudah terlanjur mengerjakan seluruh sesuatu sehingga dia bisa santai diam saja tidak perlu mengerjakan apa-apa lagi, perasaannya tidak akan bertumbuh banyak. Cintanya konsisten demikian itu-demikian itu saja, kerdil, malah lazimnya makin lama makin mengecil.
Mencintai yaitu kata kerja, dan perasaan cinta yaitu hasil investasi (dari berbagai profesi tersebut).
Masuk nalar kan?
Perihal yaitu terobosan orisinal sekalian ciri khas yang saya gaungkan di Kelas Cinta¹. Ketika itu, saya merasa sakit seperti tertampar sekalian berdebar-debar sebab tercerahkan, persis yang Anda alami kini dikala membaca alinea di atas.
Sebuah Perspektif Baru Apabila Cinta
Untuk lebih memahami ini dalam relasi cinta dan rumah tangga, mari kita menelusuri perjalanan dari masa-masa awalnya alias PDKT.
Ketika berminat seseorang, kita otomatis tergerak lakukan sejumlah upaya pendekatan. Kita memberanikan diri ajak ngobrol, makan bareng, jalan-jalan, dan berbagai aktivitas berdua lainnya. Kian sedang tidak bersamanya, kita malah banyak memikirkan (dan mendiskusikan tentang) dia.
Tanpa sadar, kita jadi ‘agresif’ bergerak mencari sebanyak mungkin kabar tentang preferensi serta latar belakang dia supaya bisa dekat dan menerima hatinya.
Di awal itu, kita merasa jatuh cinta, tetapi sesungguhnya tidak ada cinta pada jatuh cinta. Kian ada hanyalah merasa penasaran, terpesona, berminat, dan terdorong mengetahui lebih dekat. Perasaan-perasaan itu perlahan baru membesar bertumbuh jadi nyaman, kasmaran, cinta, sayang, dan sebagainya seiring dengan upaya-upaya kita mendekati dan mengetuk hatinya.
Bahkan kita terus mengeluarkan lebih banyak sumber daya untuk pasangan. Sumber daya yang saya maksud yaitu waktu, daya, uang, apa malah yang kita miliki.
Istilahnya, kita menyetorkan hal-hal yang berharga dalam diri kita kepadanya. Kian konsisten kita mengerjakan hal tersebut, kian besar pula perasaan kita padanya.
Kian kita banyak berupaya, kian terasa menggebu-gebu perasaan kita. Kita merasa baper alias terbawa perasaan². Kita merasa sangat, sangat menyukainya. Bahkan kadang hingga merasa cinta dan teryakinkan dialah belahan jiwa yang dicari-cari selama ini.
Kita (berangsur-angsur) merasa (makin) cinta pada seseorang sebab (alam bawah sadar kita) menyadari dia kini memiliki berbagai sumber daya kita. Undang-undang jadi terasa sangat berharga sebab dia memang ‘menaruh’ segudang keberhargaan diri kita.
Kita memiliki rasa kelekatan yang luar awam besar padanya sebab kita sudah sekian lama menginvestasikan sebegitu banyak kepingan diri kita dalam dirinya.
Seiring perjalanan, apa malah yang kita miliki berangsur tertanam dan menetap di dia. Tak heran kita tanpa sadar jadi berupaya keras mempertahankannya. Perihal sebabnya kian lama umur relasi, kian banyak investasi yang ditanam, kian kuat dan stabil ikatannya.³
Kian diterangkan ala-ala matematika, mungkin seperti inilah perumusan kadar cinta⁴: CINTA = JATUH CINTA + USAHA 1 + USAHA 2 + USAHA 3 + USAHA 4 + dan seterusnya
Perihal sebabnya dikala pertama kali terpikir perspektif di atas, saya menyebutnya Law of Compounding Actions (LoCA), alias Seluruh Aksi Kian Bertumpuk. Intensitas perasaan cinta kita berbanding lurus dengan frekuensi perbuatan yang kita berikan. Kian banyak kita mengerjakan perbuatan kepada sasaran afeksi, kian bertumpuk efek perasaan yang tumbuh di dalam diri kita.
Seluruh tersebut sangat membeberkan kenapa kita bisa tergila-sinting mencintai seseorang semasa PDKT walau orang itu belum membalas cinta kita. Boro-boro membalas perasaan, orang itu malah belum tahu kita hidup di dunia ini saja (alias kita yaitu secret admirer-nya), tetapi kita sudah sangat terbakar oleh cinta di dalam hati sendiri.
Berdasarkan LoCA itu, saya menganalisis kasus-kasus pacaran dan rumah tangga, menilik pengalaman pribadi dan mewawancarai banyak orang yang mengaku perasaan cintanya pudar. Saya juga berjumpa orang-orang yang pernah berselingkuh dan menginvestigasi bagaimana kisah cinta terlarang itu akhirnya berbunga.
Menunjang pengamatan informal itu ternyata mengkonfirmasi: orang-orang yang cintanya pudar itu mengaku perlahan mengurangi perbuatan menyenangkan pada pasangan, malah tanpa sadar memindahkan perbuatan-perbuatan itu pada orang lain (alias terjadi selingkuh).
Yakni pengurangan (dan pemindahan) investasi diri tersebut seringkali terjadi tanpa sadar. Bahkan seringkali kita berpikir pudarnya perasaan cintalah yang menyebabkan kita mengurangi sikap baik. Model realita, justru sebaliknya: kita perlahan mengurangi investasi, makanya perasaan cintanya malah perlahan memudar.
Walau istilah LoCA itu unik, keren, dan terkesan intriguing, saya akui itu susah dimengerti. Perihal sebabnya perlahan saya menggantinya jadi kata yang lebih sederhana: cinta yaitu hasil investasi sumber daya, atau disingkat cinta yaitu investasi. Sekali mendengar saja, orang bisa langsung menyangka-ngira maksudnya, apalagi sesudah diterangkan seperti di atas.
Prinsip cinta yaitu investasi tersebut bisa membeberkan proses timbulnya cinta dari yang awalnya cuma kenyamanan dalam persahabatan. Prinsip itu bisa membeberkan proses hilangnya cinta dan hancurnya relasi sesudah pacaran dan berumah tangga.
Prinsip tersebut juga bisa sangat membeberkan kenapa seseorang bertahan dalam abusive/toxic relationship: lazimnya pihak yang abusive sudah sekian lama berkurang (atau stop) menumpuk kebaikan dalam relasi, sehingga pihak korbanlah yang semestinya sendirian bekerja 2-3 kali lipat lebih banyak demi merawat relasi.
Sekalipun pihak korban sadar pasangannya tidak mencintai seperti dulu, dia merasa kian terikat mencintai hidup dan mati pada pasangannya yang kerap menyakiti itu.
“Ya mungkin inilah artinya cinta sejati,” ucap lirih seorang sahabat yang semenjak menikah satu setengah tahun lalu sudah diselingkuhi empat kali oleh suaminya. “Saya tahu dia sesungguhnya bukan orang yang jahat, makanya perasaan cintaku tidak pernah berubah. Justru inilah bukti cinta sejati, kian lama kian kuat.”
Orang-orang yang terjerat dalam toxic relationship seringkali menilai ketidakberdayaannya itu sebagai bukti cinta (atau malah jodoh) sejati. Anda yang sudah mengerti perspektif baru ini tahu bahwa sesungguhnya tidak demikian.
Seluruh Studi yang Tapi
Ini yaitu bagian yang membosankan, jadi jikalau Anda bukan geek atau nerd, silakan lompati saja bagian ini, langsung ke bagian selanjutnya.
Dalam kajian ilmu komunikasi dan psikologi sosial⁵, saya menemukan inspirasi yang searah dengan prinsip Cinta Yakni Hasil Investasi dalam Affection Exchange Theory. Seseorang yang proaktif (alias tanda dipinta) memberi perhatian dan kepedulian akan merasa bahagia atau positif⁶, dan juga merasa lebih lengket alias berjanji pada objek yang menerimanya⁷.
Seseorang yang sudah memberi akan jadi lebih terdorong “… to commit to an endeavor after a prior investment of time, money, or effort.“ ⁸ Kian diterjemahkan secara bebas, kita jadi lebih berjanji pada sesuatu sebab kita sudah merawatnya.
Pada tahun 1998, Rusbult mengembangkan Investment Akibatnya⁹ dalam kajian Social Exchange Theory yang mengungkapkan investasi intrinsik (berupa waktu, uang, atau daya) dianggap sebagai sunk cost. Apabila berbagai sumber daya itu ditanamkan pada seseorang atau sebuah relasi, maka mereka tidak bisa ditarik lagi.
Perihal sebabnya kadar investasi diri akan meningkatkan komitmen diri, atau dalam bahasa sehari-hari perasaan cinta dan sayang.
Pemodelan efek investasi ini berlaku dalam banyak aspek, seperti komitmen dalam hal noninterpersonal (seperti hobi, keterlibatan acara, pandangan politik) dan komitmen dalam relasi interpersonal (seperti persahabatan, rumah tangga, relasi yang abusive, dan sebagainya).
“Investment refers to the magnitude and importance of the resources that are attached to a relationship; resources that would decline in value or be lost if the relationship were to end. Commitment tahapan is defined as intent to persist in a relationship, including long-term orientation toward the involvement as well as feelings of psychological attachment.”¹⁰
Berhubung manusia memiliki cara kesadaran yang sangat rumit, tentu bukan investasi diri saja yang mempengaruhi kadar cinta (atau attachment alias kelekatan) dan komitmen kita pada seseorang. Masih ada dua items lainnya; tingkat kepuasan (dalam relasi itu) dan kualitas opsi (yang tersedia di luar relasi), yang akan saya bahas dalam artikel terpisah.
Kecuali tiga hal itu, ada berbagai faktor lain seperti proximity, sikap resiprokal, respon positif, keserupaan atensi, neurochemisty, dan sebagainya. Tak items itu menonjolkan korelasi, bukannya kausalitas. Model saya pribadi yakin investasi yaitu salah satu faktor besar yang sangat menentukan kadar rasa sayang, cinta, lekat pada seseorang.
Saya bisa mengutip beberapa literatur studi lainnya yang menunjang premis cinta yaitu investasi ini, tetapi izinkan saya stop membahas teori-teori tersebut, sebab kemungkinan besar bagi Anda itu seluruh terasa membosankan.
Di Mana Hartamu Berada, Di Situ Hatimu Berada
Oke, lupakan eksplorasi konseptual cinta di dunia akademis, mari kita kembali lagi relasi cinta di dunia riil.
Anda kini mengerti bagaimana kita kian (terikat) cinta pada pasangan sesudah kita memberi perhatian, memprioritaskan, menepati komitmen, mempedulikan, menolong, menuruti tanggung jawab, mengerjakan pengorbanan, dan seterusnya untuknya.
Kian konsisten memberi hal-hal tersebut, kian kita merasa melekat (baca: cinta) pada dia.
Dengan menyalurkan sumber daya hidup kita pada objek afeksi, kian bertambahlah nilai objek tersebut di mata kita. Kian, (hati) kita merasa terikat mementingkannya, termasuk berharap terus merawatnya supaya tidak rusak atau sirna dan rugi kehilangan.
Perihal sebabnya, ada banyak sekali wanita bertahan dengan pasangan/relasi yang abusive¹¹.
Kian ditanya, mereka mengaku merasa cinta setengah mati. Alasan sesungguhnya yaitu sebab mereka sudah berdonasi demikian itu banyak resources pada pasangannya itu, sehingga nilainya tinggi sekali.
Mereka sebegitu mengagungkan pasangannya, dan merasa dirinya sendiri sudah kehabisan nilai dan tidak punya apa-apa lagi sebab semuanya sudah di ‘tangan’ pasangannya itu. Mereka sadar tidak bahagia, tidak puas, banyak kecewa dan sakit jiwa juga tubuh sana-sini. Model, mereka entah kenapa konsisten merasa cinta, tidak berharap lepas dan dipisahkan.
Tak sumber daya diri mereka sudah ditransfer/dipindahkan ke pasangan dan hubungannya. Mereka pikir mereka sudah tidak punya apa-apa lagi di luar pasangan dan hubungannya. Tak heran mereka merasa melekat, alias cinta dan sayang banget.
Logis dan masuk nalar, bukan?
Saya beri analogi ya.
Bayangkan Anda berencana menabung selama enam bulan untuk membeli komputer jinjing idaman. Tiap bulan Anda secara sadar mengurangi pengeluaran, malah hingga rela mengurangi makan dan aktivitas bersenang-bahagia. Sambil menunggu jumlah uangnya cukup, anda habiskan banyak waktu menonton banyak video ulasan di Youtube dan membicarakannya dengan sahabat-sahabat yang mengerti gadgets.
Anda juga tidak pernah alpa melangkah ke dalam warung untuk sebentar mengontrol perangkat impian jikalau kebetulan sedang berada di shopping mall. Sepulang dari sana, Anda merasa kian yakin dan sangat tidak sabar untuk memilikinya.
Bahkan-kira bagaimana perasaan Anda dikala akhirnya uangnya terkumpul dan bisa memboyong pulang komputer jinjing yang bikin jatuh cinta semenjak lama itu? Pasti rasanya puas dan bahagia luar awam. Anda akan menyayanginya dengan sepenuh hati, malah hingga rela mengeluarkan uang lebih banyak demi sejumlah layanan atau aksesoris yang bisa melindunginya.
Kian Anda mengingat perjalanan panjang kemarin dan kian banyak mengeluarkan uang tambahan, kian dia terasa berharga spesial, kian anda melekat dan mencintainya.
Coba bayangkan skenario lain di mana Anda memiliki banyak uang dan bisa membeli komputer jinjing idaman tanpa susah payah menabung ataupun kreditan. Bayangkan bedanya perasaan Anda dikala membelinya kontan, diperbandingkan membelinya dengan menabung lama. Bayangkan juga perbedaan rasa cinta Anda antar dua skenario itu.
Cinta yang kita rasakan pada sebuah seseorang (ataupun komputer jinjing dalam analogi di atas) yaitu efek valuasi akibat investasi yang kita timbun padanya.
Perasaan kita pada sesuatu/seseorang awalnya memang muncul demikian itu saja, alias tidak bisa kita kendalikan. Model dikala perasaan tersebut bertumbuh jadi cinta dan sayang, itu sepenuhnya hasil dari upaya dan ‘kerja keras’ kita.
Perasaan itu bisa terus bertumbuh makin besar tergantung dari aktivitas kita, terlepas dari apakah benda/orang yang kita sukai tu benar-benar unggul atau tidak, bersikap baik atau tidak, berharap berupaya atau tidak, berlanjutan menyenangkan atau tidak.
Memang rasanya aneh jikalau kita membandingkan cinta pada pasangan dengan cinta pada benda seperti komputer jinjing. Model cinta itu buta: prinsipnya sama saja terlepas dari objek afeksinya. Kita akan memiliki penghargaan dan keterikatan yang besar pada objek yang kita sudah banyak usahakan atau investasikan.
Nah, berbekal pengetahuan baru ini, saya berharap Anda kembali meneropong kembali kasus Angela di awal artikel ini. Seluruh saya cuma memberi sepotong kisah dari satu pihak saja, Anda bisa tidak tahu dilema apa saja yang pernah terjadi dalam relasi mereka. Anda juga tidak tahu apakah pasangan Angela memiliki selingkuhan di luar relasi tersebut.
Model ada tiga kalimat dalam kasus itu yang bisa menolong Anda menyangka-ngira kenapa perasaan pasangannya menurun, sementara sang penanya konsisten (atau makin) mencintai:
“Saya sudah mengerjakan segalanya buat pasangan.”
“Sejak awal saya … senantiasa lakuin apa saja supaya dia bahagia.”
“Saya bilang saya berharap berubah dan pembenaran…”
Anda bisa memandang dengan jelas Angela sudah terbiasa berinvestasi sendirian. Bahkan dikala pasangannya mendadak berkata berharap bubar malah, Angela bukannya marah atau merasa diperlakukan tidak adil, dia malah menawarkan kesediaan untuk membenarkan diri (alias berinvestasi lagi).
Sepertinya itu sudah jadi pola interaksi yang berakar sangat kuat dalam relasi mereka. Angela yang merawat segalanya, pasangannya (kemungkinan besar) santai ongkang-ongkang kaki saja, terima beres.
Tak mengherankan perasaan cinta dan komitmen pasangannya menurun seiring waktu. Tak mengherankan pasangannya tidak merasa ogah berpisah walau mereka sudah berencana menikah¹².
Tak mengherankan juga Angela tidak bisa marah dengan pernyataan pasangannya itu, justru malah makin berupaya mencintai sebab sang pasangan kelihatan demikian itu berharga. Tak sumber daya hidup Angela ada pada pasangan dan relasi itu; wajar saja dia demikian itu mencintainya (baca: terikat berharap mempertahankannya).
Apakah Angela bisa membenarkan keadaan jikalau dia mengerjakan tiga pengarahan populer di atas tadi?
saya bisa saja, tetapi kemungkinannya cukup kecil, sebab ketiga pengarahan itu menunjang Angela untuk kian berinvestasi, walaupun sebaiknya sang pasanganlah yang perlu ‘digiring’ untuk (mengimbangi) investasi.
Perasaan pasangannya masih mungkin dibangkitkan lagi jikalau Angela berharap menghentikan berwirausaha dalam relasi mereka.
Sebuah relasi yaitu perjanjian milik bersama. Kian berharap berjalan dengan sehat, maka keduanya semestinya konsisten bersama-sama menanam sumber daya demi mengusahakannya.
Bagaimana cara Angela menghentikan investasi dan menggiring pasangannya berinvestasi, itu yaitu pembahasan untuk lain waktu. Untuk dikala ini, saya ajak Anda duduk tenang di samping Angela untuk bersama-sama merenungkan prinsip cinta yaitu hasil investasi di atas.
Apabila belum demikian itu mengerti, baca ulang lagi dari atas dengan perlahan-lahan. Take your time, and let it sink. Memang perlu waktu untuk mencernanya, sebab ini yaitu prinsip yang kemungkinan besar Anda baru pertama kali pelajari sebab memang sangat berbeda dan orisinal.
Kian seluruh penjelasan di atas masih terlalu asing dan keras untuk dikunyah, coba Anda telisik bagaimana kebijakan lokal menunjang prinsip tersebut.
Masyarakat Indonesia mengetahui kata ‘beri sayang’ sebagai persamaan kata cinta. Perihal kata yang luar awam sekali, sebab membuktikan proses linear dalam prinsip cinta yaitu investasi: sebab kita beri (sesuatu) ke seseorang, makanya kita sayang seseorang itu.
Untuk kian memperkaya pemahaman, saya berikan tugas kecil sebelum menutup mata dan tidur malam nanti: izinkan pikiran Anda melayang bebas ke sekian banyak ingatan di masa lampau.
Biarkan otak Anda berkembang menyadari bagaimana prinsip baru ini sangat beralasan dalam berbagai kesalahan dan kegagalan Anda terkait, baik semasa PDKT, berpacaran, atau malah berumah tangga.
Esok hari, Anda pasti akan terbangun memandang dunia dengan pandangan yang berbeda. Anda seperti Neo di film Matrix yang bisa dengan jelas memandang kode-kode matrix pada romansa orang lain.
Komentar Terbaru